Prosesi Pernikahan agung GKR Bendara dan KPH Yudanegara di Kraton Jogja merupakan event pernikahan yang terbesar di Indonesia di tahun 2011. Prosesi pernikahan yang syarat akan nilai budaya ini diselenggarkan pada selama tiga hari. Prosesi dan agenda pernikahan GKR Bendara dan KPH Yudanegara merupakan wisata budaya yang dapat mendatangan wisatawan baik nasional dan manca negara. Berikut ritual prosesi pernikahan agung GKR Bendara dan KPH Yudanegara:
Prosesi Sungkeman, Prosesi pelangkahan, Prosesi Siraman, Prosesi Tantingan Sultan Tanyakan Kesiapan Hati Jeng Reni, Prosesi Midodareni, Prosesi Ijab Qabul, Prosesi pondhongan, Upacara panggih. Berikut ini penjelasan prosesi Perikahan GKR Bendara dan KPH Yudanegara:
Prosesi Siraman
Kedua calon pengantin Keraton Ngayogyakarto memulai prosesi siraman. GKR Bendara dan KPH Yudanegara melakukan prosesi siraman dari air tujuh sumber di Kompleks Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Prosesi siraman GKR Bendara dilakukan di Bangsal Sekar Kedhaton. Sedangkan KPH Yudanegara mengikuti presesi di Gedhong Pompa Kompleks Kasatriyan.
Air dari tujuh sumber itu adalah air dari Ndalem Bangsal Sekar Kedhaton, Ndalem Regol Manikhantoyo, Ndalem Bangsal Manis, Ndalem Regol Gapura, Ndalem Regol Kasatriyan, Nalem Kasatriyan Kilen dan Gadri Kagungan Dalem Kasatriyan. Yang mengambil air tersebut adalah GKR Maduretno kakak Bendara nomer tiga didampingi abdi dalem sipat bupati dan abdi dalem keparak.
Prosesi siramam dimulai pukul 09.30 WIB kepada GKR Bendara oleh ibunda GKR Hemas dan empat orang sesepuh dari kraton diantaranya GBRAy Murdokusumo, BRAy Puruboyo dan Nyai Kangjeng Raden Penghulu Dipodiningrat.
Bersamaan dengan prosesi siraman putri, di Gedhong Pompa Kompleks Kesatriyan, calon pengantin pria juga mulai mempersiapkan prosesi siraman. GKR Maduretno tiba di tempat itu membawa air tujuh sumber untuk siraman. Air untuk siraman itu dicampur dengan beberapa jenis bunga, seperti kenanga, mawar, melati dan kanthil.
Setelah siraman putri usai, GKR Hemas didampingi GBRAy Murdokusumo, BRA Puruboro, Nyai Kangjeng Raden Penghulu Dipodiningrat dan Hj Nurbaiti Helmi (ibu pengantin pria) bersama rombongan menuju Kesatriyan untuk melakukan siraman kakung. GKR Hemas memulai yang pertama kali menyiramkan air ke tubuh Yudanegara dilanjutkan yang lain.
Menurut salah satu panitia pernikahan KRT Yudahadiningrat, prosesi ini wajib dilakukan oleh calon pengantin sehari sebelum akad nikah. Makna siraman juga agar calon pengantin memancarkan sinar kebaikan. “Siraman untuk kakung dan putri ini mengandung makna untuk membersihkan hal-hal buruk sehingga secara lahir dan batin jadi bersih kembali sebelum akad nikah,” katanya di Keraton Ngayogyakarto, Yogyakarta, Senin (17/10).
Setelah itu, lanjut Yuda, prosesi dilanjutkan dengan tantingan. Yaitu, Sultan bertanya kepada sang putri apakah siap dan bersedia menikah. “Kalau bilang siap, ya, jadi menikah. Kalau tidak siap, ya, bisa batal,” tambahnya.
Pernikahan ini akan digelar Selasa, 18 Oktober 2011. Sejumlah pejabat dijadwalkan akan menghadiri pernikahan putri bungsu Raja Yogyakarta ini. Diantaranya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, Ketua DPR, 20 menteri KIB II, Ketua MK, dan sejumlah pejabat lainnya.
Sebelumnya, GKR Bendara (GRAj Nurastuti Wijareni) memberikan bingkisan pelangkahan kepada kakaknya GRAj Nurabra Juwita. Kakaknya nomer empat saat ini belum menikah. Jeng Reni, panggilan akrabnya sehari-hari itu, memberikan bingkisan pelangkahan berupa seperangkat pakaian lengakap kepada kakaknya, GRAj Nurabra Juwita.
Prosesi pelangkahan itu juga mengandung makna, sanga adik memohon restu dan izin kepada kakaknya yang belum menikah untuk mendahalui. Bingkisan yang diberikan itu sebagai wujud rasa sayang kepada kakak dan keluarga besar. Selain acara pelangkahan, hari ini calon pengantin pria melakukan prosesi Nyantri.
Prosesi Tantingan
Dalam tantingan ini, Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono X akan bertanya kepada putrinya akan keyakinan, kemantaban dan kesiapan hatinya untuk menikah.
Koordinator Penyelenggara Prosesi Pernikahan, KRT Yudahadiningrat menjelaskan, upacara tantingan dijadwalkan akan berlangsung mulai pukul 18.00 sore di emper prabayeksa. Tantingan tersebut disaksikan pula oleh ibu dari pengantin putri, GKR Hemas beserta keluarga seperti GKR Pembayun, GKR Condrokirono, GKR Maduretno serta GRaj Nur Abra Juwita. Hadir pula petugas KUA Kecamatan Kraton serta para abdi dalem. “Dalam upacara tantingan ini, Ngarso Dalem, Sultan HB X akan menanyakan kepada GKR Bendara, apakah benar sudah siap
dinikahkan dengan pria pujaannya. Untuk mempertegas kembali, Sultan juga akan menanyakan secara formal apakah putrinya sudah mantab atau belum. Jika sudah mantab akan berlangsung upacara selanjutnya.
Dalam prosesi tantingan ini, Sultan didampingi GKR Hemas dan GRaj Nur Abra Juwita di sebelah kiri serta GKR Pembayun, GKR Condrokirono, GKR Maduretno dan GKR Bendara berada di sisi kanan di emper Prabayeksa. Saat Sultan menanyakan kemantaban hati putri sulungnya untuk menikah, GKR Bendara pun langsung menjawabnya dengan singkat. “Sendika,” jawabnya. Karena sudah tidak ada hal yang mengganjal, maka GKR Bendara langsung melakukan sungkem kepada Sultan disaksikan GKR Hemas dan seluruh putrinya.
Menurut kerabat kraton, GBPH Prabukusumo, prosesi tantingan ini hanya untuk menyakinkan kesiapan hati GKR Bendara yang akan menikah. “Prosesnya ya hanya itu. Kembali meminta kemantabannya saja untuk menikah. Dan tadi langsung dijawab mantab,” jelasnya usai prosesi tantingan di emper Prabayeksa.
Prosesi Midodareni
Midodareni sendiri berasal dari kata Widodari atau bidadari yang memiliki makna malam saat calon pengantin putri menunggu datangnya bidadari turun ke bumi. Tradisi ini berasal dari cerita legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan.
Secara singkat, legenda tersebut menceritakan Jaka Tarub yang melihat bidadari dari kayangan yang tengah mandi. Ia kemudian mencuri salah satu baju milik Nawang Wulan sehingga bidadari tersebut tak bisa kembali ke kayangan dan menjadi istri Jaka Tarub. Dalam perjalanan waktu setelah menikah hingga memiliki anak, Nawang Wulan akhirnya mengetahui bajunya yang disembunyikan dan kembali ke kayangan.
Prosesi Ijab Qabul
Ijab qabul dimulai pukul 06.00 WIB diawali dengan berangkatnya pengantin pria KPH Yudanegara menuju Bangsal Srimanganti untuk menunggu dipanggil menuju masjid Panepen. Ijab qabul dipimpin langsung oleh ayah dari pengantin perempuan, Sri Sultan HB X.
Sebelumnya, Sultan dari Kraton Kilen telah berada di masjid Panepen. Sesampainya di masjid ini, Sultan memerintahkan GBPH Prabukusumo dan GBPH Cakraningrat untuk memanggil Kanjeng Raden Pengulu (KRP) Dipodiningrat dan GBPH Hadiwinoto beserta rombongan pengantin pria. Hadir pula di Masjid masjid Panepen KGPH Hadiwinoto, GBPH Joyokusumo, GBPH Prabukusumo serta para kerabat Kraton lain dan abdi dalem.
Setelah persiapan selesai, Sultan memberikan perintah kepada KRP Dipodiningrat untuk memulai rangkaian acara ijab qabul dengan khotbah nikah. Mas kawin yang diberikan KPH Yudanegara kepada GKR Bendara dalam akad nikah ini yakni berupa kitab suci Al Quran, seperangkat alat sholat serta rajakaya atau perhiasan.
“Kulo Abdi Dalem, Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara SE, MSi dinten meniko ngestoaken dhawuh timbalan dalem. Kadhaupaken kalayan putro dalem putri Gusti Kanjeng Ratu Bendoro BA kanthi mas kawin kitan suci Alquran, perangkat sholat, sarta rojokoyo puniki. Salajengipun, nyadhong berkah pangestu dalem, sembah nuwun,” kata Ubay dalam prosesi ijab qobul.
Acara kemudian dilanjutkan doa nikah dan diteruskan penandatanganan akta nikah oleh pengantin pria dan para saksi yang dilakukan oleh petugas Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Kraton. Setelah semua rangkaian acara selesai, Sultan memerintahkan kepadaa KGPH Hadiwinoto untuk mendampingi rombongan pengantin pria kembali ke Kasatriyan.
Dengan berakhirnya acara ijab qabul ini, maka secara resmi GKR Bendara dan KPH Yudanegara telah resmi menjadi suami istri. Saat ini sendiri, kedua mempelai tengah mempersiapkan diri untuk upacara panggih yang rencananya akan dihadiri Presiden dan pejabat negara.